Selasa, 05 Maret 2013

DARI PETIK JERUK KE PETIK MADU

Dan ajaibnya, saya sudah rapi dan wangi di jam setengah tujuh pagi.

Perjalanan tanpa tujuan. Mungkin itu judul yang tepat. Aku bingung hari ini mau ngisi waktu ke mana. Di warung makan, aku membaca koran sambil memikirkan ke tempat mana aku akan mengisi hari ini. Ini seperti mimpi, entah mengapa aku jadi semangat sekali, mood benar-benar sedang baik. Biasanya aku hanya menghabiskan sepanjang pagi dengan tidur dan baru bangun jam sebelas siang.

Dengan Mio ijo busuk aku meluncur ke arah Junrejo. Selama ini Malang hanya dikenal dengan wisata petik apel, padahal ada beberapa wisata buah-buahan lain. Aku sudah lama berencana ke tempat ini, yaitu kebun jeruk.


Dengan pedenya aku membolang ke tempat ini. Sangat sepi. Ada berhektar-hektar pohon jeruk di depan mataku. Segar sekali. Rasanya ingin berteriak kenceng saking takjubnya. Ribuan buah jeruk bergelantungan menggoda selera, namun sayang masih mentah. Sebenarnya kalau mau masuk kebun harus ijin dulu ke bagian informasi, namun aku menemukan beberapa petani yang sedang memangkas reranting tak berguna, bapak-bapak inilah yang menyelundupkanku masuk kebun secara cuma-cuma. Kau tau, ketika kakiku menapak di pelataran kebun, rasanya seperti tersesat di hutan jeruk antah berantah. Ini sungguh amazing. Sudah lama sekali aku tak melihat pohon jeruk, terakhir ketika SD, ayahku pernah menanam pohon jeruk di sawahnya, namun gagal panen.




Setelah itu aku meluncur ke Lawang. Bukan perjalanan yang singkat. Namun karena aku begitu menganggurnya, jarak dan waktu tempuh tak mempengaruhi kegiatan lainku secara signifikan. Setelah petik jeruk, kini aku berada di tempat petik madu.




Si guide bernama Bobby, menurutku dia sangat cerdas dan sabar. Satu per satu dia menjelaskan apa saja yang ada di wilayahnya dengan sistematis. Yang membuatku tak habis pikir, dia bahkan bisa menemukan ratu lebah di antara ribuan lebah yang bergerumul, padahal ukuran ratu lebah dan lebah pekerja tak jauh beda, tapi dia dengan sangat jeli bisa membedakan.




Aku merasa tempat ini sangat edukatif. Most recommended. Bayar sepuluh ribu bawa pulang sejuta ilmu. Aku jadi tahu bentuk nyata bee polen dan propolis, bahkan Bobby memberiku seiris madu murni yang baru saja diiris dari sarangnya. Dia memberikan tips untuk menandai madu asli atau palsu. Katanya, ketika membeli madu dari sarang, pastikan permukaan sarangnya masih tertutup selaput. Jika selaputnya sudah banyak yang bolong, kemungkinan kemurnian madu sudah dimanipulasi oleh si penjual, misalnya dicampur gula atau pemanis buatan lainnya.





Selain dapat madu murni, aku juga mendapat oleh-oleh lain yang sampai sekarang masih membekas. Seekor lebah menyengat pergelangan tangan kiriku. Rasanya sungguh mak clekitttttt. Aku sampai berteriak histeris karena kesakitan. Dengan sigap Bobby mengolesi bekas sengatan dengan salep khusus antialergi lebah. Di tempat ini memang dilarang keras memakai parfum. Sebelum berangkat, aku memang menyemprotkan minyak wangi di kulit dan bajuku, tentu saja hal itu membuat lebah jatuh cinta.



Di tempat ini pengunjung diwajibkan memakai masker jaring yang menutupi muka hingga leher. Alasannya jelas, agar tidak dicium lebah yang mungkin akan bisa menimbulkan kegemparan lokal. Percayalah, disengat lebah itu rasanya sungguh eng ing eng. Tempat ini juga menyediakan miskroskop untuk melihat penampakan lebah secara lebih jelas. Cocok juga untuk dijadikan tempat pacaran karena disediakan banyak gazebo yang dikelilingi bunga-bunga cantik. Sejauh saya berkeliling, hanya inilah tempat wisata yang benar-benar memberikan banyak wawasan dan pengetahuan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar