![]() |
source |
Kejadian bermula dari sikap Tiger yang sok yes banget, suka petentang petenteng nggak jelas. Lalu ada Lion dan Wolf yang juga berwatak keras tidak menyukai kebiasaan sikap si Tiger. Pada suatu hari, secara baik-baik, Lion berusaha menasehati Tiger agar bersikap sewajarnya supaya kelak tak turut dibully kakak kelas. Para kakak kelas saja bisa mudah diatur, lalu mengapa Tiger tidak, begitu pikir si Lion. Oke, saya suka poin menasehati ini. Sebagai wali kelas, saya memang pernah mendorong agar mereka selalu saling melengkapi, menutupi, dan mengingatkan teman yang salah.
Tapi rupanya Tiger agak kurang terima dengan kata-kata Lion. Ketika Lion tidak masuk sekolah, ia suka berkata jelek dan nantang-nantangin Lion. Jadi Tiger berani nantangin pas Lion nggak ada di tempat aja. Puncaknya hari Sabtu kemarin, mungkin sudah sama-sama eneg dan mual sama sikap masing-masing, Tiger pun nantangin Lion secara frontal face to face. Lion yang awalnya kalem mendadak panas. Nah kebetulan ada Wolf di sekitar mereka, ikut emosilah dia sama sikap Tiger yang seperti itu.
Finally, dua bogem dari Lion mendarat ke tubuh Tiger, dan satu bogem dari Wolf. Kelas ramai abis. Siswa perempuan hanya bisa histeris, sementara beberapa cowok malah jadi penggembira, beberapa berusaha melerai, beberapa cuek aja, dan beberapa bengong nggak tau musti ngapain. Sungguh innocent.
1. MEMAHAMI KELABILAN
Lagi-lagi kelabilan harus menjadi permakluman guru. Mereka masih kelas X, anak Es Te Em alias SMK yang sebenarnya unyu tapi kadang bisa jadi monster yang menakutkan. Emosi masih meledak-ledak, gampang tersinggung, belum dewasa, dan masih suka berimajinasi kalo mereka adalah personel GGS yang cool dan nggak bisa diusik. Dari sini saya pun semakin paham bahwa lelaki memang tidak bisa ditantang. Hormon kejantanannya pasti akan langsung beraksi jika ada acara tantang menantang.
2. KEEP CALM
Menurut saya jangan menghadapi anak yang sedang emosi secara lebih emosional. Saya sempat kecolongan dan merasa bersalah ketika ada guru laki-laki ikut nimbrung dan tiba-tiba membentak pelaku. Saya speechless dan dongkol, tidak mungkin saya beradu pendapat dengan guru lain di hadapan siswa. Cara antarguru mengatasi masalah memang berbeda-beda, tapi bisa nggak sih saya dulu yang menangani insiden secara lebih lembut ala perempuan. Ketika dibentak, anak memang langsung terdiam karena takut, Tapi sebenarnya itu bukan akhir dari masalah.
3. NGOBROL KAYAK KAKAK-ADIK
Sejak kejadian itu, Tiger belum lagi muncul di sekolah. Mungkin masih syok, takut, atau sudah malas melihat wajah Lion dan Wolf yang notabene adalah teman sekelas sendiri. Saya ingin mendudukkan mereka semua dalam satu meja, tapi karena Tiger tidak hadir, ya mau nggak mau saya interview Lion dan Wolf dulu. Tetap utamakan suasana santai ketika berbincang dengan siswa bermasalah, sebab saya yakin perasaan mereka lebih gugup ketika dipanggil guru.
Guru bisa gunakan cara polisi Amerika sebelum menginterograsi pelaku, yaitu menyediakan sepiring donat. Jika pelaku tidak menyentuh makanan tersebut, bisa dipastikan ia sedang dalam kondisi stres sehingga tidak nafsu makan dan interogasi bisa ditunda sebab pelaku sedang tertekan dan ketakutan. Saya menyediakan permen, Lion dan Wolf mengambilnya, berarti mereka cukup siap untuk diajak bicara.
Meski sebal, saya harus tetap dalam keaadaan smile dan cheerfull supaya mereka bisa bercerita kronologis kejadian dengan lebih rileks. Intinya itu adalah ngobrol seperti kakak dan adik, bukan interogasi ala polisi dengan penjahat.
4. NASEHAT GURU
Lagi-lagi nasehat guru adalah senjata pamungkas. Saya sadar bahwa saya, mungkin juga guru di Indonesia, lebih sering memberi nasehat agar siswa selalu rajin belajar dan menghormati orangtua. Namun jarang sekali saya mendapati nasehat guru berupa pentingnya menjaga kerukunan antarteman. Dari kejadian ini, semua pihak telah bisa mengambil pelajarannya. Saya harus lebih sering memberi nasehat tentang pentingnya pengendalian diri, serta bagaimana menghadapi masalah secara dewasa, bukan secara jantan.
Poin no.3 itu yang sangat perlu diterapkan...pendekatan dengan murid memang harus lebih dari sekedar guru dan anak didik..siiip, mbak suka dengan solusi yang diambil (y)
BalasHapusbtw, liat fotonya ngeri...zamannya sekolah dulu gak berani liat orang tengkar, karena mendengar orang mau berkelahi saja bikin mual, langsung ngebayangin darah...iiih, ngeri
Remaja jaman sekarang sepertinya lebih agresif dari yg dulu yaa.. saya liatnya yg skrng lebih susah dikasih pengertian, dihalusi ngelunjak, dikasari pun gak bisa.. semangat bu guruu
BalasHapusMm jadi guru utk anak abg itu penuh prjuangan y mba
BalasHapusJangan kan kelas X yang sudah mengenal emosi,harga diri . Tiap hari saat nunggu in Fely, saya selalu ngeliat anak kelas 4-5-6 beradu fisik yg diawali saling berteriak . Ugh mana ga paten kalau fi tegur wkkwkw . Anak anak sekarang memang high tempered dan emosional yah
BalasHapus