Dr. Roekhan, M. Pd,
begitu nama resminya. Beliau adalah dosen sastra Indonesia Universitas Negeri
Malang. Selain menjadi dosen, beliau juga merupakan sekretaris jurusan. Ketika
saya sudah lulus, beliau naik jabatan sebagai Wakil Dekan II di Fakultas Sastra
UM.
Pak Roekhan seingat
saya adalah dosen yang tidak pernah menampakkan muka masam, selalu rendah hati
dan penuh senyum. Senyumnya teduh,
menentramkan jiwa, membuat siapapun seakan betah berlama-lama dengannya. Jika
pun sedang kesal, beliau hanya akan diam sambil pura-pura sibuk membaca. Sekesal-kesalnya
Bapak, beliau tidak pernah memaki atau mengamuk yang bisa menyakitkan hati.
Pembawaannya tetap tenang, tutur katanya pun tetap lembut. Dari
sifat beliau ini saya belajar untuk selalu terkendali ketika siswa saya sedang
kurang ajar. Bahkan saya sudah berprinsip tidak akan pernah membentak.
Beliau adalah tipe
dosen yang tidak akan mengangkat telepon atau membalas SMS mahasiswa, namun Bapak
selalu mudah ditemui. Selalu datang dan pulang tepat waktu sehingga semua orang
hafal jadwal-jadwalnya. Jika pun akan dinas luar, Bapak pasti sudah memberitahu
sebelumnya sehingga mahasiswa tidak susah payah mencari atau keletihan
menunggunya hingga sore di kantor jurusan. Dari sini saya belajar lebih baik
dari Pak Roekhan, yaitu sebisa mungkin membalas SMS atau mengangkat telepon
siswa, juga mudah ditemui ketika mereka membutuhkan sesuatu.
Yang paling saya
ingat adalah Pak Roekhan tidak pernah terlalu tinggi hati dengan gelar dan
jabatannya, seolah beliau paham bahwa posisinya kini merupakan sebuah amanah,
yaitu amanah untuk menjadikan mahasiswa lulus tepat waktu. Oleh karena itu,
beliau selalu menjadi orang yang solutif dan tidak dramatik. Saya dulu adalah
salah satu mahasiswa yang skripsinya mengalami kebuntuan. Seperti malaikat, Pak
Roekhan segera memberi jalan keluar. Beliau mengajukan diri sebagai dosen
pembimbing saya satu-satunya, menggantikan yang lama, meminta saya untuk segera
membuat skripsi baru dengan topik yang benar-benar saya kuasai. Skripsi
tersebut pun selesai begitu cepatnya dengan nilai A. Beliau juga tak segan
meminjami saya ponselnya untuk menghubungi dosen penguji menjelang sidang
skripsi, saat itu saya sedang kehabisan pulsa. Saya terkesima, untuk orang
selevel beliau, saya yakin Bapak mampu membeli Apple keluaran terbaru, namun
beliau masih menggunakan ponsel jadul dan nyaris butut. Saya malu karena ponsel
saya lebih bagus darinya, padahal saya bukan siapa-siapa.
Hal lain yang
membuat saya begitu berterimakasih padanya adalah beliau mau mengambil alih
tandatangan. Saat itu dosen pembimbing akademik saya sedang sulit ditemui
padahal saya segera memerlukan tandangannya untuk berkas yudisium. Saya
ceritakan masalah tersebut kepada Bapak, dengan cepat beliau mengambil berkas
saya dan membubuhkan tandatangannya pada kolom dosen PA, kemudian tanpa banyak
komentar beliau menyuruh saya segera keluar ruangan. Masalah pun selesai begitu
saja. Dari sini saya belajar bahwa sebagai guru, sebisa mungkin saya harus
memudahkan urusan siswa.
Aamiiin
BalasHapusIni baru plagiat bermanfaat. Sukses lombanya ya, mba
BalasHapuscongratulation lombanya
BalasHapusSuka dengan ceritanya... Sukses buat lombanya mbak!
BalasHapusSemoga skripsi saya bisa segera nyusul juga amin hehe