Senin, 31 Desember 2012

WAKTU AKU NONTON HABIBIE DAN AINUN


Aku tak pernah pergi, selalu ada di hatimu
Kau tak pernah jauh, selalu ada di dalam hatiku
Sukmaku berteriak, menegaskan ku cinta padamu
Terima kasih pada maha cinta menyatukan kita


Film Habibie dan Ainun bagi gue adalah drama terbaik Indonesia yang pernah gue tonton. Film ini berhasil membuat gue terisak termehek-mehek di dalam bioskop. Gue kesel setengah mati karena nggak bisa menikmati film sebagus ini sama suami. Kalo aja suami duduk di samping gue ketika itu, tentu gue bakal langsung memeluk dan menciumnya di akhir cerita.

Gue terhenyak, emosi gue meningkat drastis selama durasi tayangan. Bukan karena akting Reza dan Bunga yang memukau, tapi gue nggak nyangka jalan hidup Habibie dan Ainun banyak banget yang mirip sama kisah gue dan suami. Contohnya ekspresi gusar Ainun ketika pertama kali naik pesawat terbang, dan ketika akhirnya mereka bercanda cubit-cubitan di dalam pesawat, itu pula yang gue alami ketika gue pertama naik pesawat terbang ikut ke tempat dinas suami.

Bagi gue, sosok Habibie benar-benar ada dan melekat dalam diri suami. Apa yang dilakukan Habibie untuk menguatkan Ainun ketika tak tahan hidup di negeri asing, itu pula yang dilakukan suami gue ketika gue merengek untuk segera dipulangkan ke kampung halaman. Berdua kami merangkak terseok hidup apa adanya di suatu tempat yang sangat jauh dari keluarga, sangat mirip dengan yang Habibie dan Ainun alami ketika berada di Jerman.

Gue nangis, karena ketika menonton film tersebut, gue serta merta teringat suami yang selalu berjuang untuk gue, tetap mencintai gue meskipun gue bandel dan jarang mematuhinya. Gue teringat wajah suami ketika tidur, ketika dia lelah, ketika dia tertawa dan wajahnya ketika sedang manja. Gue rindu! Rindu setengah mati! Suamiku, lelaki terbaikku. Lelaki yang begitu sabar dan telaten merawat gue ketika gue sakit dan lemah, sama seperti yang Habibie lakukan untuk Ainun.

Gue tahu, gue nggak akan menyesal menghabiskan sisa hidup dengannya. Cinta suami kepada gue, sama seperti cinta Habibie kepada Ainun. Tidak ada alasan untuk meninggalkan atau menduakannya. Gue nggak ingin hidup dengan orang lain lagi, selain dia.



Suamiku, kau adalah atap yang meneduhkanku, pintu yang selalu menjagaku, 
dan jendela yang selalu memberi kesejukan di kehidupanku. 
Engkaulah rumahku, tempatku pulang untuk menikmati bahu dan pelukanmu 
(Endah Wahyuni, 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar