Setiap orang mempunyai gaya yang berbeda. Kali ini saya akan lebih mengerucutkan konteks pada seorang guru yang mempunyai macam-macam gaya dalam menghadapi murid-muridnya. Saya ingin nyenggol Waka Kesiswaan yang entah mengapa mayoritas selalu terkenal galak.
Yap. Waka Kesiswaan di mata anak-anak selalu bagaikan jin Ifrid yang siap menelan tubuh mereka bulat-bulat. Suaranya lantang, caciannya menusuk, kebanyakan berpostur seram dan bikin nyali ciut. Melihat sekelebat bayangannya saja semua murid akan lari terbirit-birit. Waka Kesiswaan memang selalu punya kharisma kuat untuk membuat siswa gemetar hebat.
Saya hanyalah seorang Plt wali kelas, seorang pengganti sementara sebab yang resmi masih terlalu sibuk hingga kerap tak punya waktu untuk memerhatikan apa yang harus ia rangkul. Kelas saya terkenal busuk, terkenal sampah, dan terkenal bengal. Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar sederet kata 'anak SMK swasta'? Imajinasi Anda pasti akan langsung tertuju pada segerombolan bocah-bocah tengik tak beraturan, yang hadir ke sekolah tak pernah membawa buku, malah membawa gir sepeda dan celurit. Maaf, tidak separah itu, meskipun nyaris benar.
Setiap pagi saya sering mendapati anak-anak saya berhadapan dengan Waka Kesiswaan. Kelas saya tersebut memang langganan telat. Tiada hari tanpa terlambat. Sekolah masuk ukul 06.45 dan mereka datang sekitar pukul 07.30. Atribut yang mereka pakai juga sangat minimalis. Menggemaskan sekali, bukan? Siapa orang yang tidak ingin menempeleng kepala mereka keras-keras? Saya kerap mendengar akhirnya mereka mendapat ceramah dan hujatan-hujatan keras khas Waka Kesiswaan. Saya ikut sakit. Saya ikut malu.
Seburuk itukah anak-anak saya? Sebandel itukah mereka? Saya akui mengatur mereka bagaikan menegakkan benang basah. Sebelumnya kami sudah sepakat bahwa kami akan kembali mematuhi peraturan yang dulu pernah dibuat. Saya ingin melihat mereka ganteng dan rapi. Saya ingin kelas busuk ini naik pangkat jadi kelas yang fresh dan wangi. Kami telah serempak menancapkan niat menjadi kelas yang tak lagi dicacimaki. Tapi apa yang terjadi pemirsa? Niat hanyalah niat, implementasi nol besar. Poster besar tertempel di depan pintu yang bertuliskan 'SEBELUM MASUK KELAS BAJU HARAP DIMASUKKAN!' pun hanyalah sebuah poster belaka. Menginstruksikan mereka memasukkan seragam dengan rapi pun sulitnya minta ampun. Saya bahkan sempat berpikir mereka memang perlu diruqyah terlebih dahulu.
Namun tentu saya juga tak akan berani mengkritik Waka Kesiswaan. Itu memang tugasnya, dan itulah gayanya dalam menegakkan ketertiban di lingkungan sekolah. Jika tidak ada Waka Kesiswaan yang tegas dan keras, tentu anak-anak juga akan semakin mbalelo dan amburadul. Tapi memang sepertinya gaya tersebut tidak sreg di hati saya. Dalam hati saya ngresulo. Mulai timbul benih konflik ketidakcocokan gaya antara saya dan Waka Kesiswaan. Sejelek apapun anak-anak, mereka punya telinga, mereka tidak tuli. Suara keras dari sebongkah amarah akan menyulut api yang lebih besar dalam jiwa-jiwa ababil. Satu bentakan akan membunuh milyaran sel otak. Pantas saja mereka jadi semakin goblok dan nakal. Sel otak mereka sudah rusak karena setiap hari dibentak, akhirnya sel-sel tersebut tidak mampu menyinkronkan nasihat guru dengan perilaku yang seharusnya mereka terapkan di sekolah.
Banyak jurus PDKT sudah saya keluarkan hanya agar anak-anak mau memasukkan baju dengan rapi sebelum masuk kelas. Demi mendekatkan diri, saya pun selalu menyempatkan makan siang ramai-ramai bersama mereka, mulai banyak mendengarkan curahan hati, dan lebih banyak membahas hal-hal asyik di luar mata pelajaran. Puluhan saran dan teori menganjurkan agar saya bersikap lembut. Konon perilaku yang lembut akan melunakkan hati yang mirip batu. Sayangnya pada kasus ini teori tersebut tidak terbukti. Saya pun berencana memakai metode suri tauladan. Konon pemimpin yang baik adalah yang mampu memberi contoh nyata kepada anak buahnya. Jadi di sini saya pun harus ikut memasukkan baju. Ini ribet. Masa iya pake blouse dan batik kerja style-nya harus dimasukkan? Apa saya tidak kelihatan seperti Gogon? Rencana inipun harus saya skip.
Selanjutnya saya pakai cara ancaman. Barangsiapa tidak memasukkan baju, maka akan mendapat nilai jelek. Trik sedikit berhasil, beberapa anak mulai terintimidasi, Tapi lama-lama saya sadar, bahwa apapun yang dilakukan berdasarkan ancaman itu tidak baik. Lalu saya pakai metode motivasi. Saya sering memotivasi mereka tentang pentingnya menjadi tertib dan disiplin. Kedisiplinan adalah kunci kesusksesan blah blah blah. Tapi memang dasar mereka tidak suka pidato, uraian motivasi saya pun disambut dengan kantuk. Sampai akhirnya saya terapkan jurus jaga gawang. Saya jadi sering stand by di depan pintu kelas untuk mengingatkan mereka agar terlebih dahulu memasukkan baju. Mirip satpam. Saya mulai emosional. Di akhir cerita, saya pun mengibarkan bendera putih dan berteriak: "Wahai Waka Kesiswaan, terserah deh elo mau apain mereka!"
Hahahaa...endingnya nyerah juga ya ;)
BalasHapusIbuku dulu pernah jadi wali kelas anak2 di jurusan tertentu yg terkenal bengal, mba. Dan setiap mereka melakukan pelanggaran, ibuku nggak pernah memarahi mereka. Ibuku akan langsung bergerilya mencari rumah anak2 yg bermasalah tersebut. Mereka lgs stress duluan. Rupanya mereka malu klo ketauan nakal oleh ortunya. Sekali dua kali ibuku nyamperin ortu mereka di rumah, habis itu anak2 tsb ga ada yg berani macem2 lg di sekolah :)
Tengkiyu Mak sarannya. Sejauh ini saya baru sekali nyamperin rumah ortu siswa yang suka bolos. Besoknya dia langsung masuk sekolah. Eh lusanya dia bolos lagi :D
Hapusajaib ya jadi guru itu mba :)) aku pernah di sd, manis-manis masih :)) emang beda sih sama anak-anak kalo udah seumuran sma-smk ya :))
BalasHapusJelas beda banget Mak. Anak SMK kebanyakan galau, makanya jadi bandel :D
HapusMbak Mimi, mungkin bs coba nonton film 'The Freedom Writers'. Ceritanya sebelas dua belas sama murid Mbak Mimi, lebih serem lg malah. Tapi akhirnya sang guru pengganti bisa juga menaklukkan murid2 nya itu. Siapa tau bs jadi referensi dan inspirasi ^_^
BalasHapusWahhhh tengkiyu Mak rekomendasinya. Segera didownload filmnya.
Hapus*ketjup :* :* :*
Maak anak2 rata2 emang suka break the rule ya. Jaman aku SMP di Muhammadiyah Denpasar, untuk perempuan aturannya baju dikeluarin, jadi biar kaya baju kurung gitu, eh malah pada dimasukkin ckckck...
BalasHapusKalo di SMK ku anak-anak perempuannya pada rapi, Mak. Tapi ke sekolah makeupnya udah pada kayak artis ibukota. Emang terlihat cantik sih, tapi belum pas kalo dipake anak sekolah.
HapusIbu guru muda ya kaka
BalasHapusBetul Kakakkkk :D
HapusKalo saya malah harus membantu anak2 merapikan bajunya n riang bernyanyi bersama mereka #guru PAUD
BalasHapusWidiihhhhhh, lucuuuukkkkk :D
HapusAngkat topi buat guru remaja sekolah menengah yanh berhasil. Remaja emang sulit dditangani soalnya.
BalasHapusSelalu berusaha menaklukkan mereka :D
HapusMbaaa keren banget. Kirain kisah gini cuma ada di drama jepang or korea yang sering saya tonton #eh.
BalasHapusBiasanya endingnya bakal sweet antara guru dan murid :)) *korbandrama*..
Hahaha, iya. Ini juga udah mulai ada ikatan batin. Wakwakwak :D
HapusHahaha....akhirnya ibu guru angkat bendera putih juga, memang harus ekstra sabar hadapi siswa ababil
BalasHapusIya Mak. Pokok intinya segeram apapun guru dilarang purik.
Hapusharusnya bu guru cantik ginii anak2 nya pada nurut donk yaa...
BalasHapusYang seperti itu hanya ada di sinetron saja :)
Hapusmbak..di malang kah? saya malang juga
BalasHapusitu smk apa stm? kalo stm memang lebih slebor ya
memang musti diingetin terus ya mak...
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusyaah kirain endingnya anak2nya nurut, eh ibu gurunya malah ngibarin bendera putih. tapi I feel u mak.. kalau buat aq yang esmonian udah aq omel2in kali punya siswa bengal2 begitu. Hahaha...
BalasHapus