Rabu, 19 Desember 2012

MALING HAK CIPTA

Periode 2012 dunia literasi online memang sedang booming. Penerbit indie menjamur tak karuan, audisi menulis juga bertebaran tak terelakkan. Hal ini tentu menguntungkan bagi para penulis freelance dan amatir. Cita-cita untuk menerbitkan buku tak lagi menjadi mimpi di siang bolong. Banyak yang mendadak menjadi penulis selebriti berkat event online. Semangat kian menggebu, termasuk saya, sepanjang tahun ini saya bisa menelurkan lebih dari 30 antologi.

Namun aib muncul tiba-tiba menyeruak. Beberapa penyelenggara melakukan tindakan tak jujur. Menggemaskan sekali ketika uang dan naskah digondol begitu saja. Saya pun mengalaminya. Beberapa kali tulisan saya hilang tak berbekas di tangan penyelenggara fiktif. Yang paling saya sesalkan adalah Penerbit Sahabat Kata. Dulu self publishing ini merupakan salah satu penerbit indie yang menurut saya berkompeten, namun entah mengapa sekarang berubah wujud menjadi maling hak cipta. Satu lagi yang bikin saya mencak-mencak, seorang stand up comedian yang biasa nongol di TV juga nilep karya saya. Ternyata orang beken pun tak selamanya jujur. Padahal saya begitu ngefans sama seleb ini. Karya-karya, aliran dan gaya bahasanya sungguh top dan ‘gue banget’.

Bener banget makna peribahasa ‘karena nila setitik rusak susu sebelanga’, karena ulah segelintir oknum kampret penggodol karya dan hak cipta, sedikit banyak juga berimbas pada penyelanggara dan penerbit jujur, termasuk saya. Saking depresi menyimak dunia literasi online yang mendadak jadi carut marut, saya menelantarkan forum Bunga Fiksi yang saya gawangi. Saya sudah malas menghandle, sebab tak ada kerjasama yang baik antar sesama profesi. Bagi saya percuma saya mati-matian mempertahankan kejujuran dan keeksisan komunitas jika rekan-rekan yang lain tak ada niat serius untuk membangun sebuah ikatan yang kooperatif. Dunia self publishing memang penuh resiko, sebab hanya mengandalkan kepercayaan tanpa harus tatap muka untuk teken kontrak penerbitan atau MoU bermaterai. Jika mau menuntut harus menuntut ke mana, sebab penulis tak pernah bertemu dengan si empunya penerbitan. 
 
Namun sebagai orang positif yang selalu berusaha melihat sisi baik dari kejadian seburuk apapun, menurut saya maling-maling tersebut juga sudah berjasa mengembalikan minat freelance dan amatir untuk kembali eksis menyerbu media dan major publisher seperti Gramedia Pustaka Utama, Diva Press. Mizan atau Gagasmedia. Menembus major dan media memang tak gampang, ibarat merobohkan benteng baja dengan sebatang garpu, sebab harus ‘berperang’ melawan profesional yang sudah merilis tulisan-tulisan dan ide-ide best seller. Namun di sinilah letak hikmahnya, para amatir diharapkan lebih maksimal mengasah keterampilan mengolah kata untuk bisa menghasilkan karya yang berkualitas dan marketable.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar