Periode
2012 dunia literasi online
memang
sedang booming.
Penerbit indie menjamur tak karuan, audisi menulis juga bertebaran
tak terelakkan. Hal ini tentu menguntungkan bagi para penulis
freelance
dan amatir. Cita-cita untuk menerbitkan buku tak lagi menjadi mimpi
di siang bolong. Banyak yang mendadak menjadi penulis selebriti
berkat event
online.
Semangat kian menggebu, termasuk saya, sepanjang tahun ini saya bisa
menelurkan lebih dari 30 antologi.
Namun
aib muncul tiba-tiba menyeruak. Beberapa penyelenggara melakukan
tindakan tak jujur. Menggemaskan sekali ketika uang dan naskah
digondol begitu saja. Saya pun mengalaminya. Beberapa kali tulisan
saya hilang tak berbekas di tangan penyelenggara fiktif. Yang paling
saya sesalkan adalah Penerbit Sahabat Kata. Dulu self
publishing
ini merupakan salah satu penerbit indie yang menurut saya
berkompeten, namun entah mengapa sekarang berubah wujud menjadi
maling hak cipta. Satu lagi yang bikin saya mencak-mencak, seorang
stand
up comedian
yang biasa nongol di TV juga nilep karya saya. Ternyata orang beken
pun tak selamanya jujur. Padahal saya begitu ngefans sama seleb ini.
Karya-karya, aliran dan gaya bahasanya sungguh top dan ‘gue
banget’.
Bener
banget makna peribahasa ‘karena nila setitik rusak susu sebelanga’,
karena ulah segelintir oknum kampret penggodol karya dan hak cipta,
sedikit banyak juga berimbas pada penyelanggara dan penerbit jujur,
termasuk saya. Saking depresi menyimak dunia literasi online
yang
mendadak jadi carut marut, saya menelantarkan forum Bunga Fiksi yang
saya gawangi. Saya sudah malas menghandle,
sebab tak ada kerjasama yang baik antar sesama profesi. Bagi saya
percuma saya mati-matian mempertahankan kejujuran dan keeksisan
komunitas jika rekan-rekan yang lain tak ada niat serius untuk
membangun sebuah ikatan yang kooperatif. Dunia self
publishing
memang penuh resiko, sebab hanya mengandalkan kepercayaan tanpa harus
tatap muka untuk teken kontrak penerbitan atau MoU bermaterai. Jika
mau menuntut harus menuntut ke mana, sebab penulis tak pernah bertemu
dengan si empunya penerbitan.
Namun
sebagai orang positif yang selalu berusaha melihat sisi baik dari
kejadian seburuk apapun, menurut saya maling-maling tersebut juga
sudah berjasa mengembalikan minat freelance
dan amatir untuk kembali eksis menyerbu media dan major
publisher
seperti Gramedia Pustaka Utama, Diva Press. Mizan atau Gagasmedia.
Menembus major
dan media memang tak gampang, ibarat merobohkan benteng baja dengan
sebatang garpu, sebab harus ‘berperang’ melawan profesional yang
sudah merilis tulisan-tulisan dan ide-ide best
seller.
Namun di sinilah letak hikmahnya, para amatir diharapkan lebih
maksimal mengasah keterampilan mengolah kata untuk bisa menghasilkan
karya yang berkualitas dan marketable.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar