Selasa, 09 Juli 2013

LONG-LONG JOURNEY TO THE WEST

Untuk sampai ke pulau ini rutenya panjang banget loh. Rumah orangtua saya di Blitar, jadi harus menempuh perjalanan darat selama 4 jam dulu untuk mencapai bandara Juanda. Dari Juanda transit di bandara Soekarno Hatta, setelah itu transit lagi di bandara Polonia-Medan, baru deh sampai di bandara Sultan Iskandar Muda-Aceh. Bandara Maimun Saleh yang ada di Sabang sendiri sudah tidak berfungsi, hanya digunakan untuk kepentingan militer, maka dari itu tiap wisatawan yang ingin ke Sabang harus turun di Banda Aceh. Tiket pesawat Juanda-Sultan Iskandar Muda bekisar Rp 1.250.000,00.

Gambaran rute perjalanan

Pulau Weh atau yang lebih terkenal dengan nama Sabang terletak di barat laut Pulau Sumatera. Pulau ini dikelilingi oleh Selat Malaka di timur dan utara, Samudera Hindia di selatan, dan Samudera Hindia di sebelah barat. Pulau dengan luas 156,3 km² terdiri dari beberapa pulau kecil yang terbentuk sebagai akibat dari letusan gunung yaitu Pulau Weh (121 km2), Pulau Rubiah (0,357 km2), Pulau Seulako (0,055 km2), Pulau Klah (0,186 km2), dan Pulau Rondo (0,650 km2). Pada jaman pemerintahan Hindia Belanda, dermaga Sabang telah menjadi pelabuhan penting sebagai pangkalan batubara untuk Angkatan Laut Kerajaan Belanda yang kemudian dikembangkan menjadi lalu lintas perdagangan barang.

Peta Pulau Weh

Karena wisata kali ini dilatarbelakangi ikut suami, jadi saya tidak punya data soal biaya penginapan resort atau hotel secara terperinci, sebab di sini saya tinggal di rumah dinas, tepatnya di Komplek Angkasa TNI AU yang lokasinya berhadapan langsung dengan Pantai Kasih. Jadi bisa dibilang halaman rumah saya nyaris laut, cuma tinggal beberapa puluh langkah saja.

Tugu perbatasan yang terletak di Lanud Maimun Saleh
Senja di Pantai Kasih


Untuk bisa menginjakkan kaki di Pulau Weh, pengunjung harus menyeberang laut dengan menggunakan kapal cepat, atau bisa juga dengan fery yang sering disebut penduduk setempat dengan istilah kapal lambat. Kapal lambat dipilih bagi mereka yang membawa kendaraan pribadi dengan waktu tempuh  penyeberangan sekitar 2 jam. Ongkos penumpang kapal lambat juga tidak terlalu mahal, untuk sebuah mobil hanya sekitar 160 ribu dan penumpang seharga 10 ribu. Perjalanan dengan kapal cepat ditempuh dengan waktu kurang lebih 45 menit dari Pelabuhan Ule Lheue-Aceh menuju Pelabuhan Balohan-Sabang dengan harga tiket bervariasi.

Salah satu sudut Pantai Balohan,  pintu masuk Pulau Weh


Harga tiket KM Express Bahari
Harga tiket KM Pulo Rondo


Selamat datang di Pulau Weh


1. PANTAI SUMUR TIGA

Jernihnya Pantai Sumur Tiga

Pantai Sumur Tiga berada di timur kota Sabang, tepatnya di Kelurahan Ie Meule, Suka Karya. Disebut Pantai Sumur Tiga, karena terdapat tiga sumur air tawar yang terdapat di sepanjang pantainya. Sejarah pembuatan sumur memang kurang jelas, namun diperkirakan sumur tersebut sudah ada sejak lebih dari 50 tahun yang lalu.

Pantai Sumur Tiga jernih dan bersih. Tidak ada kerumunan pedagang di pinggir pantai. Jika datang ke pantai ini pada hari dan jam kerja, dijamin akan serasa sedang berada di pulau pribadi, begitu tenang dan lengang. Mata akan dimanjakan dengan pemandangan laut luas bergradasi yang merupakan bagian dari jalur pelayaran kapal-kapal asing. Di kejauhan, sesekali akan nampak kapal-kapal dagang internasional yang melintasi Selat Malaka.

Konon, waktu yang tepat untuk mengunjungi Pantai Sumur Tiga adalah ketika matahari terbit. Pantai Sumur Tiga terkenal sebagai pantai dengan sunrise terbaik di Sabang. Karena Sabang terletak di paling barat Indonesia, maka matahari akan mulai muncul sekitar pukul enam pagi, dan maghrib baru masuk pada pukul setengah tujuh petang.

Pantai Sumur Tiga memiliki pasir putih yang menawan dengan ombak yang tak terlalu besar. Pantai Sumur Tiga memiliki karakteristik yang berbeda dengan Pantai Iboih atau Pantai Gapang. Pasir di Pantai Sumur Tiga lebih putih berkilau bak kristal nan lembut. Saat matahari cerah, pantai ini akan menampakkan keindahan maksimalnya. Pohon-pohon kelapa yang tumbuh di sepanjang tepi pantai meliuk ditiup angin sepoi, membuat diri serasa sedang berada di Hawai. Jika sedang berkunjung ke Pulau Weh, destinasi ke pantai ini haram untuk dilewatkan.

Kegirangan


2. PANTAI IBOIH


Dermaga Iboih

Pantai Iboih terletak lebih kurang 20 km dari pusat kota Sabang. Untuk sampai ke pantai ini akan melewati jalan perbukitan yang berkelok-kelok. Di tengah perjalanan ada dua spot yang dikenal dengan nama Tanjakan Monyet. Dinamakan Tanjakan Monyet sebab banyak monyet-monyet liar yang jumpalitan bebas di jalanan. Disarankan untuk tidak mengganggu atau memberi makan gerombolan monyet tersebut. Konon, setiap orang yang melewati Tanjakan Monyet juga dilarang untuk menatap mata monyet secara langsung sebab bisa dikejar atau dicakar.


Tanjakan monyet

Pantai Iboih mendapat julukan sebagai hidden paradise Pulau Weh. Letaknya yang memang agak tersembunyi menyajikan pemandangan laut yang takkan terlupakan. Di sini, wisatawan bisa melihat jelas ikan-ikan menari dan berenang di sela terumbu karang karena kondisi air lautnya memang sangat jernih. Kondisi ini begitu berbeda dengan pantai-pantai di pulau Jawa yang sudah keruh dan tercemar. Pantai Kuta pun tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan keelokan yang ditawarkan Pantai Iboih.



Beningnya Iboih bikin nggak pengen pulang

Kondisi air laut yang hangat membuat Iboih dipenuhi ikan-ikan hias yang cantik jelita. Ikan-ikan tersebut bisa dinikmati dengan mata telanjang di pinggir dermaga. Hal ini membuat Iboih nampak seperti akuarium alami raksasa.

Di Iboih terdapat larangan terhadap penangkapan ikan dan biota laut, pengeboman, penggunaan kompresor, jaring, pukat jepang, pukat malam, senjata tembak, mancing, penangkapan ikan hias, dan pematahan karang. Ditetapkan pula hari pantangan ke laut, yaitu: mulai Kamis jam 19:00 WIB hingga Jumat jam 14:00 WIB; Hari Raya Puasa dan Haji selama 24 jam; Kenduri Laot tiga 3 x 24 jam; Hari peringatan tsunami; dan ulang tahun kemerdekaan RI mulai pukul 6 pagi sampai 12 siang.





Dari dermaga Iboih, wisatawan bisa menyeberang ke Pulau Rubiah. Pulau ini berada di sebelah barat laut dari pulau Weh. Pulau ini menawarkan indahnya alam bawah laut dan wisata bahari yang masih alami. Pemerintah Indonesia telah menentukan 2.600 hektar sekitar pulau Rubiah sebagai daerah special nature reserve.

Pulau ini dikenal sebagai surganya taman laut. Di dalamnya terdapat berbagai macam jenis ikan tropis, terumbu karang, kerang raksasa, dan masih banyak lainnya. Terumbu karang disini terdiri dari berbagai jenis, bentuk dan warna yang membentuk gugusan karang yang menarik. Dari 15 jenis biota laut yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia, ternyata 14 jenis di antaranya terdapat di Taman Laut Pulau Rubiah. Kawasan ini juga terkenal sebagai tempat untuk menyelam, snorkling, dan wisata bahari lainnya. Pulau Rubiah berjarak sekitar 150 Meter dari bibir Pantai Iboih.            

Di sekitar Taman Laut Pulau Rubiah banyak terdapat penginapan dengan biaya yang sangat murah, berkisar antara 80 ribu  hingga 150 ribu rupiah. Wisatawan akan mendapatkan potongan harga jika menginap lebih lama. Umumnya turis asing menginap mininal satu minggu hingga 2 bulan.

Jika ingin bersnorkling, hanya dengan 40 ribu rupiah akan mendapatkan masker, kaki bebek, dan pelampung. Namun bagi yang ingin melihat lebih dalam lagi keindahan taman laut ini Anda bisa menyewa peralatan diving dengan kisaran harga sekitar 600 ribu rupiah.


3. TUGU KILOMETER NOL

Jalanan berkelok menuju kilometer nol

Tugu Kilometer Nol berada dalam areal Hutan Wisata Sabang di Ujung Ba’u, Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang, sekitar 8 km dari Iboih. Lokasi Tugu Kilometer Nol terletak di tengah hutan lindung dengan kanopi yang cukup rapat, pada beberapa bagian hutan terlihat batuan dan tanah yang selalu lembab sebab tak tertembus sinar matahari. 

Jalan menuju Tugu Kilometer berkelok-kelok naik turun perbukitan dan sangat sepi. Praktis hanya ditemani rimbunnya pohon-pohon besar nan gagah di sisi kiri dan jurang dalam di sisi kanan. Pohon-pohon teduh menjulang tinggi dengan diameter kayu yang lebar. Sesekali bisa melihat elang laut terbang rendah mengelilingi atap-atap hutan. Ada juga burung dengan sayap warna-warni beterbangan di rerantingan pohon. Begitu alami tak terpolusi. Menikmati hutan lindung dengan suasana segar dan hijau yang ditumbuhi pohon-pohon besar membuat pikiran serasa sedang berada di negeri fantasy. Sungguh menakjubkan.



Tugu Kilometer Nol adalah sebuah bangunan setinggi 22,5 meter dengan bentuk lingkaran berjeruji. Bagian tugu dicat putih dan bagian atas lingkaran menyempit seperti mata bor. Puncak tugu ini terdapat patung burung Garuda menggenggam angka nol dilengkapi prasasti marmer hitam yang menunjukkan posisi geografisnya.



Di lantai pertama monumen terdapat pilar bulat dan  prasasti peresmian tugu yang ditandatangani Wakil Presiden Try Sutrisno, pada 9 September 1997.


Lingkaran yang saya pijak adalah titik kilometer nol

Di lantai kedua terdapat sebuah beton bersegi empat di mana tertempel dua prasasti, yaitu: prasasti pertama ditandatangani Menteri Riset dan Teknologi/Ketua BPP Teknologi BJ. Habibie, pada 24 September 1997. Dalam prasasti itu bertuliskan penetapan posisi geografis KM-0 Indonesia tersebut diukur pakar BPP Teknologi dengan menggunakan teknologi Global Positioning System (GPS).

Bersama suami

Prasasti kedua  menjelaskan posisi geografis tempat ini yaitu 05 54" 21,99 Lintang Utara - 95 12" 59,02" Bujur Timur. Data teknis berdirinya tugu ini tertoreh di atas lempeng batu granit yang menyebutkan “Posisi Geografis Kilometer 0 Indonesia, Sabang. Lintang: 05o 54’ 21.42” LU. Bujur: 95o 13’ 00.50” BT. Tinggi: 43.6 Meter (MSL). Posisi Geografis dalam Ellipsoid WGS 84”. 



Tugu ini terlihat begitu merana dan terabaikan. Lantainya kotor oleh sampah daun-daunan, sedangkan di dindingnya banyak dijumpai coretan-coretan tangan yang tidak bertanggung jawab. Tak ada seorang pun petugas yang menjadi pemandu cerita tentang sejarah tugu tersebut.

Dua ekor monyet sedang bersantai di sisi bangunan


Di sini banyak sekali segerombolan monyet nakal yang eksis mendekati wisatawan untuk meminta makan. Monyet ini hidup bebas tanpa pawang ataupun pemelihara. Jadi jangan coba-coba untuk mungusik monyet-monyet itu secara ekstrim sebab mereka bukan monyet yang jinak. Di Tugu Kilometer Nol juga terdapat seekor babi hutan yang biasa mondar-mandir. Pertama kali lihat pasti syok, sebab orang yang tak pernah bertemu babi hutan seumur hidup akan mengira dia adalah beruang liar. Konon, babi hutan ini dulunya adalah seorang manusia yang dikutuk. Dilihat dari penampakan bulunya, terlihat sekali bahwa babi hutan ini sudah tua renta. Babi hutan ini tak seagresif para monyet, dia lebih slow down dan tenang ketika menginginkan makanan dari pengunjung. Tiap pengunjung bebas memberinya nama, ada yang memanggilnya ‘Brown’, ada juga yang menyebutnya ‘Si Teguh’.

Biar Teguh mau mendekat harus dikasih cemilan dulu

Tugu Nol Kilometer di Sabang memiliki kembarannya yaitu di Merauke, tepatnya di Distrik Sota, Kabupaten Merauke, sekitar 80 kilometer dari pusat Kota Merauke dan 3 kilometer dari tugu perbatasan dengan Negara Papua New Guinea.

Untuk membuktikan diri pernah datang ke Tugu Kilometer Nol, para pengunjung bisa meminta sertifikat. Tapi, sertifikat tidak dibuat di sekitar tugu tersebut. Para pengunjung harus membuat sertifikat di Dinas Pariwisata yang ada di Kota Sabang atau di lokasi lain yang telah ditunjuk seperti Toko Liberty Indah dan Pusat Souvenir Piyoh dengan biaya Rp 20.000,00. Alhasil, banyak pengunjung yang enggan atau memang tidak tahu menahu tentang hal itu sehingga mereka tak mendapat kenang-kenangan dari titik terujung Indonesia.



Menjadi pengunjung ke-58857

Menurut berita, dulu di sini ada penjaganya, namun sudah beberapa waktu ini dia sudah tidak bertugas lagi karena sepi. Jika menurut data geografis Indonesia, sebenarnya yang terluar adalah Pulau Rondo, bukan Pulau Weh. Tapi bagaimana jadinya nasib Tugu Kilometer Nol jika dibangun di pulau sepi itu, di sini saja tidak terawat. Pulau Rondo memang agak terpencil dan jauh, pulau itu hanya dihuni oleh satu regu marinir dari Angkatan Laut. Banyak warga lokal yang mengakui ada keengganan untuk mengunjungi Tugu Nol Kilometer jika tak ada keperluan khusus. Apalagi jalan ke sana memang sangat sunyi.

Sebelum pulang, tak ada salahnya membeli oleh-oleh khas Sabang yang banyak dijual di sekitar Jalan Perdagangan yang merupakan pusat kota. Makanan oleh-oleh khas Sabang yang terkenal adalah kue kacang dan dodol. Dodol Sabang mempunyai cita rasa yang lebih lezat dan sedap dengan rasa manis yang tidak berlebihan.



Kuliner khas dari Pulau Weh adalah sate gurita. Namun terpaksa tak dapat menikmatinya karena alergi seafood. Sebagai ganti, ada satu menu yang tak kalah nikmatnya yaitu mie kocok Sabang. Kedai mie ini berlokasi di kawasan Jalan Perdagangan, tepatnya di kedai kupi Pulau Baru. Santapan ini sebenarnya sangat sederhana, terdiri dari mie rebus yang ditaburi tauge dan ikan cacah plus telur, tapi bumbu rahasia entah apa membuat mie ini terasa begitu sedap dan renyah. Kuahnya sungguh membuat lidah kecanduan. Most recommended!



Sebetulnya Sabang sudah mempunyai wisata yang beraneka ragam. Wisata laut, gunung, air panas, air terjun, pantai, budaya, belanja souvenir, atau menikmati flora dan fauna semua ada di pulau ini. Laut Sabang sudah tidak perlu diragukan lagi. Dunia bawah laut Pulau Weh dan Rubiah telah diakui dunia sebagai salah satu tempat menyelam terbaik di dunia.

Lagi, hampir tidak ada kota lain di Indonesia ini seaman kota Sabang. Jangan heran bila sedang berjalan-jalan di pusat kota menemukan kendaraan roda dua dengan helm tergantung bebas bersama kunci yang menempel di starter, hasil data statistik dari Polres Sabang tahun 2011 menunjukkan tingkat pencurian 0 %. Sungguh luar biasa!

Di Sabang hewan ternak juga berkeliaran bebas di jalanan. Jangan terkejut jika melihat segerombolan kambing dan sapi mencari rumput di tengah keramaian tanpa penggembala dan tali ikat. Mereka akan secara otomatis kembali ke kandang masing-masing ketika matahari mulai tenggelam. Kadang mereka berlarian dan sering menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Pemerintah kota Sabang sebenarnya sudah menetapkan aturan pemeliharaan hewan ternak, namun realitanya, masih ada saja sapi dan kambing dengan percaya diri menerobos jalanan.



Orang Sabang sangat ramah kepada pendatang, ini karena warga  Pulau Weh yang 37.000 jiwa mempunyai behavior yang kuat sebagai orang pulau yang ingin mempunyai sahabat di luar Sabang. Berkeliling Sabang dengan kendaraan rental roda dua adalah hal yang sangat menakjubkan, setiap jengkal Pulau Weh jangan pernah dilewatkan untuk dipotret, tidak perlu ragu untuk bertanya tempat-tempat favorit, hampir semua warga Sabang suka membantu. Penolong akan merasa senang bila dapat membantu pendatang karena konon ‘we are happy if you are happy’.

5 komentar:

  1. wah asik pemandangan + foto fotonya...nah itu sapinya kog ucul? hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wakakaaakkka, di sana sapi di sini sapi Mbak kalo di Sabang :D

      Hapus
  2. Pantai yang indah dan bersih, semoga bisa dioptimalkan untuk objek pariwisata yang menarik ini.

    Salam wisata

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiinnnnnn. Nggak kalah kok sama Raja Ampat :D

      Hapus
  3. Waaaaaaa.... Beruntungnya Drimu tinggal di surga dunia mak... Msh byk tmp yg blm ku datenginn.. Pgn ksna lgi..... ;-)

    BalasHapus