Tak selamanya anak sekolah itu patuh dan penurut, pasti ada saja yang bandel-bandel dan susah dibilangin. Pelanggaran kedisiplinan dan tata tertib sekolah juga masih terjadi setiap harinya. Bentuk hukuman dari guru pun akhirnya muncul beragam. Ada yang ngomel-ngomel, ada yang nyuruh
push up,mencabuti rumput, membersihkan toilet, hormat bendera,atau bikin surat pernyataan sepuluh lembar ditulis tangan yang berbunyi '
saya janji tidak akan mengulangi perbuatan saya lagi'.
Saya pribadi selalu berpegangan pada aliran
jangan memberi hukuman yang bisa mempermalukan siswa. Kejadian tersebut berdasar pengalaman pribadi, saya pernah dipermalukan oleh salah satu guru, luka itu belum juga sepenuhnya sembuh hingga kini, menimbulkan minder dan trauma yang jelek, untuk itulah saya ingin rasa itu tidak dialami oleh orang lain. Jadi saya sangat menghindari sekali marah-marah di depan kelas, atau memajang siswa di lapangan dengan tujuan agar semua penghuni sekolah mengetahui dan tidak ikut-ikutan untuk berbuat pelanggaran. Saya juga bukan penganut hukuman fisik seperti menjewer atau memukul tangan dengan penggaris. Bagi saya, masih ada cara lain yang lebih baik untuk memberikan sanksi. Berikut
share contoh hukuman mendidik, khususnya indisipliner di kelas bahasa Indonesia.
1. MEMBUAT RESENSI CERPEN
Hukuman mendidik ini akan menyenangkan bagi yang hobi membaca, tapi akan sangat menjemukan bagi yang minat bacanya rendah. Cerpen adalah salah satu bentuk prosa yang paling mudah ditemui, dan tidak perlu waktu lama untuk menamatkan membaca. Jumlah dan materi cerpen yang harus dibaca dan diresensi oleh siswa terhukum bisa ditentukan oleh guru atau siswa sendiri. Kalau saya lebih memilih guru yang menentukan jumlah dan judul cerpen, sebab guru setidaknya lebih tahu cerpen mana saja yang bermuatan baik atau edukatif. Jika diberi opsi memilih sendiri, siswa cenderung akan memilih cerpen yang betul-betul pendek, dengan topik cerita yang itu-itu saja, atau dengan gaya penulisan ala kadar yang mayoritas tak
manut EYD. Tentu jika begitu siswa tidak akan belajar, sebab dia hanya dapat
point pengalaman membaca saja. Padahal
di dalam cerita pendek dia bisa lebih banyak menambah pengetahuan tentang nama-nama pengarang terkenal, judul-judul cerpen yang tak pernah lekang waktu, gaya bahasa, latar sosial budaya yang beragam, hingga cara menulis ejaan-ejaan yang benar.
2. MENERJEMAHKAN TEKS BAHASA INGGRIS
Kegiatan menerjemahkan memang tak masuk dalam SK/KD manapun dalam pelajaran bahasa Indonesia, namun kegiatan ini bisa memberi efek sangat positif bagi dua mata pelajaran, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Indonesia sendiri. Ibaratnya, sekali tepuk dua lalat. Aspek hukuman terdapat pada kegiatan siswa yang harus melototin dan bolak-balikin halaman kamus yang gedenya nyaris sebantal. Tetapi dalam aktifitas menerjemahkan ini, kosa kata siswa dalam dua bahasa akan terasah, siswa juga terlatih untuk lebih memahami pola kalimat dalam Indonesia karena perbedaan pola diterangkan-menerangkan dan menerangkan-diterangkan. Lebih dari itu,
siswa akan berusaha mencari padanan kata yang paling tepat untuk teks terjemahannya, misalnya apakah dia harus menggunakan kata ringan, ramping, atau cerah untuk kata light.
3. MENGIKUTI WORKSHOP
Workshop adalah salah satu bentuk hukuman mendidik, sebab menurut saya di dalam
workshop siswa bisa mendapat pengalaman praktik yang lebih nyata dan seru di luar pengalaman belajar di sekolah. Untuk menemukan kegiatan
workshop, kebetulan di daerah tempat saya tinggal yaitu Malang cukup mudah, sebab di wilayah ini terdapat begitu banyak universitas dengan seabreg kegiatan kemahasiswaan yang kerap membuka pendaftaran untuk umum. Sebut saja
workshop fotografi, menulis, membatik, hingga membuat komik. Jika tidak ada
workshop lain,
siswa bisa diminta untuk datang ke suatu UKM atau home industry, misalnya ke home industry pembuatan rotan, keripik buah, atau bakso. Kemudian dari workshop tersebut siswa diharap bisa membuat laporan kegiatan secara lengkap.
Sebetulnya masih banyak hukuman mendidik yang bisa diterapkan, seperti: menghafal surat-surat Al Qur'an, membuat makalah, membuat kliping, menjadi jurnalis sekolah, mengisi mading, atau mewawancarai tokoh setempat.
setujuuuu ^o^... dulu pas smu ada 1 guru yg slalu ngasih hukuman utk hapalin ayat2 juz amma...dan disuruh menghadap dia tiap pagi utk setor hapalannya ;).. jauuuh lbh mendidik hukuman yg sperti itu ... bhkan ampe skr, guru ini ttp jd fav kebanyakn dr kita :)
BalasHapusSetuju skali. a hundred percent
BalasHapusSaya melihat kalo hukuman tu bentuk fisik atw spt yang disebut diatas pada bagian awal, memang terlihat lebih sukses. Tapi sejatinya, wataknya, moralnya, sikapnya, aslinya tetap malah lebih buruk. Psikologinya siapa yang bias jamin stabil? Meskipun hukuman yang lebih mendidik terkesan membuat daftar pekerjaan guru, tapi hal itu yang akan lebih tertanam sebagai bibit baru yang menghijaukan bumi
Saya guru, dan saya tidak suka menghukum fisik. Kok rasanya juga selain alasan lain2, saya juga gak tega menyakiti anak orang yang sudah capek2 dibesarkan orang tuanya.
Wih mak kalau hukumannya kayak gini bakal banyak yang cari gara-gara kayaknya biar kena hukuman hehehe idenya menarik juga.
BalasHapusyup begitu lebih baik, kalau aku sih dg pendekatan sebagai sahabat mereka, krn remaja mah pinginnya didengarkan apa yg dia harapkan
BalasHapusbetul banget. hukuman gak selalu identik dengan hal-hal yang negatif. hukuman yang mendidik seperti contoh diatas jauh lebih bermanfaat dan mendidik anak-anak.. well noted mak. :)
BalasHapusowww.. yang ini setuju banget! suka gemes kalo baca berita guru yang kasih hukuman fisik gak jelas kalo ada muridnya yang dicap nakal :(
BalasHapus