Senin, 16 November 2015

MEMBUAT SOAL PILIHAN GANDA

Salah satu moment hectic menjadi guru adalah ketika menjelang UTS atau UAS, yaitu kegiatan membuat soal. Saya mengajar di sekolah swasta, jadi soal tidak nginthil dari pusat, tapi dibikin oleh gurunya sendiri.

Untuk mata pelajaran yang di-UN-kan, maka ketentuannya adalah soal pilihan ganda sebanyak 50 butir. Kebayang dunk tuwing-tuwingnya bikin soal sebanyak itu, apalagi materi pelajaran bahasa Indonesia di SMK tidak sebanyak di SMA. Jadi saya semacam harus membuat soal sebanyak-banyaknya dari materi yang sesedikitnya.

source
source
Halaahhh, sudah tahun 2015 kok pakai sok puyeng segala. Jaringan internet loo sudah nyala di setiap sudut kampung. Google juga belum bangkrut. Tombol copy-paste juga masih belum dihapuskan dari muka bumi. Tinggal salin-tempel kan bisa.

Oh. No, thanks. Saya punya cara sendiri kok :D



1. SOAL TIDAK AMBIL DARI INTERNET

Ini adalah prinsip saya. Saya tidak akan ambil soal dari internet mentah-mentah. Meniru pola soal mungkin iya. Memang bahasa Indonesia variasi soalnya apa aja sih kalau bukan yang gitu-gitu aja. Bagaimanapun saya harus tetap mencurahkan pikiran. Misalnya jika soal berupa wacana, maka saya harus membuat wacana yang seratus persen berbeda, tidak plek ketiplek sama soal yang saya jadikan contekan tadi. Widih sok banget, Bu! Hahaha, saya tidak mau jadi keledai yang masuk lubang dua kali. Waktu masih jaman piyik dan nol pengalaman, saya juga pernah melakukan aksi copas, hingga kemudian saya sadar hasil copasan saya telah mendzolimu siswa saya sendiri.

source

2. SOAL HARUS SELARAS SAMA MATERI

Apa yang guru terangkan, itulah yang hendaknya muncul pada soal ujian. Inilah kelemahan ketika soal didapat dari hasil copas. Nilai siswa jelek karena soal yang diujikan berbeda dengan materi yang disampaikan. Meski SK/KD sama, tapi tak setiap guru punya RPP yang sama pula. Lebih parah lagi jika guru tak pernah menyinggung sebuah materi tertentu, lalu tiba-tiba topiknya muncul pada ujian seabreg-abreg. Siswa jadi pusing tujuh keliling deh. Jadi sebenarnya nilai siswa yang jelek tidak semata-mata berasal dari kebuntuan pikiran mereka, tapi juga dari pihak pembuat soal. Saya tidak mau didemo siswa atau wali murid, maka saya ambil jalan lurus saja.

source

3. TETAP KREATIF

Sebenarnya saya tidak mau berurusan dengan apa yang orang lain lakukan, tapi kadang saya harus berkomentar karena faktor gemes. Membuat soal pilihan ganda memang lebih menantang daripada tipe soal lainnya sebab harus menyediakan pilihan jawaban a, b, c, d, e. Tak jarang pilihan jawaban tersebut mentok hingga akhirnya harus diakali. Pengakalan yang paling sering saya temui adalah dengan mencantumkan kalimat 'semua jawaban salah', 'semua jawaban benar', atau 'a dan b benar. Seingat saya ketika kuliah dulu sih hal seperti itu diharamkan, alias amat teramat sangat tidak dianjurkan sama sekali. Menurut saya pribadi, hal tersebut merupakan cerminan orang tak kreatif yang tidak mau berusaha mencari istilah-istilah lain untuk dipasang sebagai pilihan jawaban. Jikapun memang mentok, saya tetap akan menyediakan jawaban lain selain seperti yang di atas. Sebab itulah saya semakin percaya bahwa meski sudah jadi guru, kegemaran membaca buku harus tetap terpelihara, tak lain agar perbendaharaan kata saya tetap terpupuk atau bahkan meningkat. Saya tak bermaksud menggurui, tapi seperti yang sudah saya katakan di awal, saya cuma gemes.


source


Kaidah membuat soal pilihan ganda sudah banyak dipublish. Ketiga macam yang saya sampaikan di atas sebenarnya adalah petunjuk basic, tapi kini kerap tak diindahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar