Selasa, 17 November 2015

MEMILIH UNTUK TIDAK FAMOUS

Media sosial memang mengasyikkan, memberikan wadah yang sedemikian lebar untuk berekspresi, berbagi kesedihan, maupun berbagi kebahagiaan. Jaman sekarang bahkan orang bisa menilai seseorang hanya dari apa yang ia tulis atau unggah di media sosial. Jika tidak hati-hati, tentu bisa membahayakan kesehatan. Hehehe :D


Menjadi eksis dan populer memang tak selamanya buruk. Namun saya lebih memilih untuk tak terlalu kerap menampakkan diri. Saya sadar bahwa apa yang saya lakukan di internet tidak akan pernah bisa benar-benar terhapus. Lalu, kenapa saya memilih jalan bersembunyi ini?

1. TIDAK INGIN MEMPERMALUKAN DIRI SENDIRI

Teknologi membuat dunia makin sempit dan tak selebar daun kelor. Suatu saat pasti ketemu orang yang itu lagi-itu lagi. Satu keseleo lidah yang tidak sengaja di media sosial bisa jadi bumerang api bagi diri sendiri. Semakin eksis akan semakin dikenal orang. Tapi ketika sekali berbuat kesalahan, maka semua orang juga akan secepat kilat mengetahuinya. Manusia memang tak selamanya akan selalu benar, tapi akan selalu ada pihak yang memelintir dan mendramatisasi seolah kesalahan kecil tersebut sangat fatal dan tak termaafkan. Gimana ya, susah jelasinnya. Suatu saat pasti akan menemui kok hal-hal semacam ini.

source

2. MENJAGA NAMA BAIK PASANGAN

Kadang perilaku istri juga sangat berpengaruh pada karier suami. Apalagi tanggungan konsekuensi saya sebagai istri tentara. Survei membuktikan bahwa suami-istri yang tidak banyak tingkah atau eksis bisa memperoleh penghormatan yang lebih tinggi. Sependek pengetahuan saya sendiri, atasan selalu lebih suka sama pasangan yang tidak neko-neko dan bisa menjaga rahasia perusahaan. Mereka akan selalu dijadikan tangan kanan. Lalu bagaimana bisa menjaga rahasia jika dikit-dikit upload foto, atau mengupdate status setiap kegiatan pasangan. Pimpinan tertinggi juga sudah melarang hal-hal semacam itu.

Tapi arahan itu juga pasti akan selalu ada yang membantah:
Lha saya kan upload foto pasangan sendiri, bukan pasangan orang lain, kenapa jadi Anda yang repot? 
Duh apaan sih, ini akun saya, terserah dong saya mau ngapain!
Hahaha, Anda ini hanya orang sirik. Bilang aja kalo hubungan Anda tidak sebahagia hubungan saya.

Waaaini, bagaimana karier suami bisa mulus jika pasangannya ngotot. Hehehe :D Itu sih...

source

3. TIDAK MEMBUTUHKAN POPULARITAS DARI LUAR

Keinginan untuk semakin banyak dikenal orang memang manusiawi. Kadang kita ingin seperti menjadi pasangan Agus Yudhoyono-Annisa Pohan yang konon sangat digilai setiap pasangan TNI seluruh Indonesia, alias menjadi role model. Namun tak lantas rasa fanatik tersebut membuat kita jadi lupa diri, seolah seluruh dunia harus tahu: ini loh laki gue, kerjaannya tentara, bajunya loreng, keren kan?

Menurut saya, pasangan saya tidak membutuhkan pengakuan dari luar tersebut, apalagi dari orang-orang yang tidak dikenal yang berada di daftar pertemanan. Yang tahu kualitas kinerja pasangan saya cuma orang-orang dalam, yang setiap hari berinteraksi dengannya. Yep, orang luar tersebut tidak bisa memberi suami saya gaji, pangkat, jabatan, maupun apresiasi, namun hanya bisa memberikan komentar. Jadi kami merasa tidak perlu repot-repot eksis, mati-matian mengupload foto-foto terbaik, yang akhirnya hanya untuk mendapat tanda jempol atau tanda hati.


source

4. TIDAK INGIN MENYAKITI ORANG LAIN

Sadarkah kita bahwa kebahagiaan-kebahagiaan yang kita unggah di media sosial kadang bisa menyakiti orang lain? Tidak semua orang mendapat rizki dan kesenangan seperti yang kita dapat. Misalnya kita mengunggah foto anak, bisa saja hal tersebut menyakiti hati seseorang di luar sana yang belum dianugerahi keturunan. Lalu kita mengunggah foto mobil pribadi, bisa saja itu menyakiti orang yang baru kehilangan mobil atau belum bisa membeli mobil. Kemudian kita mengunggah foto kebersamaan kita dengan pasangan loreng sedemikian sering, bisa saja hal itu menyakiti orang-orang yang belum punya pasangan, atau wanita-wanita yang pernah menjalin hubungan dengan tentara namun gagal naik pelaminan.

Ah, itu bukan urusan saya? Kenapa saya harus mikirin perasaan mereka?


Mungkin hadist yang saya cantumkan kurang sesuai, tapi saya tidak menemukan perumpamaan lain selain ayat di atas. Ayat tersebut bagi saya memiliki arti tersembunti bahwa kita harus selalu mampu mengendalikan diri sebelum melakukan sesuatu, utamanya mengendalikan diri untuk selalu menjaga perasaan sesama meski secara fakta kita tidak melakukan kesalahan apapun.


Alert: tulisan ini murni pendapat yang disisipi pengalaman pribadi. Ambil yang baik dan buang yang buruk. 

2 komentar:

  1. Samaaa... kdg batal share krn terpikir mendingan ga populer dprd ada yg tersakiti... tp klo lg cuek byk share siiih...

    BalasHapus